Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR TB)
Multi-Drug Resistance dalam pengobatan TB menjadi masalah kesehatan masnyarakat di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap program pengendalian TB secara global. Kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat antituberkulosis) sebenarnya telah muncul sejak lama. Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu monoresisten, poliresisten, sampai dengan MDR dan extensive drug resistance (XDR).WHO pada tahun 2005 melaporkan di dunia lebih dari 400.000 kasusMDR TB terjadi setiap tahunnya sebagai akibat kurang baiknya penanganan dasar kasus TB dan transmisi strain-strain kuman yang resisten obat anti TB (OAT). Penatalaksanaan MDR TB lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih banyak dalam penanganannya dibandingkan dengan kasus TB yang bukan MDR.
Menurut WHO, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke delapan jumlah kasus MDR TB dari 27 negara. Data awal survey resistensi obat OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah 2006, menunjukkan angka TB MDR pada kasus MDR pada kasus baru yaitu 2,07%, angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya yaitu 16,3%. Beberapa komponen yang harus dipenuhi dalam penatalaksanaan MDR TB adalah tersedianya sarana laboratorium yang tersertifikasi khususnya untuk uji resistensi OAT, obat-obat TB lini ke dua yang lengkap dan sumber daya manusia yang terlatih serta sumber dana yang memadai.
Definisi
TB dengan resistensi ganda dimana basil M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya 2,9,10,11. TB resistensi ganda dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapat OAT sebelumnya.
Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif HIV, Sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitif obat1,12.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Jalur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran TB resistensi ganda. Basil mengalami mutasi resisten terhadap satu jenis obat dan mendapatkan terapi OAT tertentu yang tidak adekuat. Terapi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh konsumsi hanya satu jenis obat saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya satu saja yang sensitif terhadap basil tersebut (indirek monoterapi). Selanjutnya resistensi sekunder (dapatan) terjadi.
Mutasi baru dalam pertumbuhan populasi basil menyebabkan resistensi obat
yang banyak bila terapi yang tidak adekuat terus berlanjut. Pasien TB dengan resistensi obat sekunder dapat menginfeksi yang lain dimana orang yang terinfeksi tersebut dikatakan resistensi primer. Transmisi difasilitasi oleh adanya infeksi HIV, dimana perkembangan penyakit lebih cepat, adanya prosedur kontrol infeksi yang tidak adekuat; dan terlambatnya penegakkan diagnostik. Resistensi obat yang primer dan sekunder dapat diimpor, khususnya dari negara dengan prevalensi yang tinggi dimana program kontrol tidak adekuat. Resistensi obat primer, seperti halnya resistensi sekunder, dapat ditransmisikan ke orang lain jadi dapat menyebarkan penyakit resistensi obat di dalam komunitas13.
Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu:
1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
2) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.
3) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.
4) Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten saja.
5) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.
6) Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan.
Sumber: Kotakmedis.com
Linked Posts:
Penyakit TB (Tuberculosis ) | Propolis Lebah Untuk Terapi Alternatif TBC | Mengobati Flek Paru-paru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar