Sabtu, 15 Oktober 2011

Radang Amandel Atau Tonsilitis

“Kelereng Tenggorokan” yang Membengkak

Tidak sedikit jumlah operasi amandel yang dilakukan pada anak usia 3 tahun.


Tidak sedikit orang tua yang khawatir ketika anaknya mengalami pembengkakan amandel (tonsillitis). Pasalnya, demam, sakit kepala, sulit menelan, atau kehilangan suara merupakan efek minimal yang dipastikan diderita sang anak.

Yang membuat semakin situasi sulit, karena pembengkakan amandel ini dapat mudah kembali terulang. Pilihan operasi pengangkatan amandel kemudian menjadi pertimbangan. Sayangnya, mitos soal operasi amandel masih kuat diyakini masyarakat.

Bahwa upaya itu justru akan menghilangkan imunitas tubuh. Benarkah demikian? Memang benar amandel berfungsi penghadang kuman agar tidak mudah masuk ke saluran pernapasan. Sayangnya, organ berukuran seperti kelereng yang berada di belakang kiri dan kanan tenggorokan ini mudah terluka.

Fungsinya sebagai fi lter kuman justru tak jarang membuat kondisinya demikian. Masuknya mikro organisme (bakteri atau virus) yang menyerangnya. Apalagi bila virus mononucleosis atau bakteri Streptococcus pyogenes bersemayam di sana.

Peradangan dapat mudah terjadi yang bukan tidak mungkin mengganggu saluran pernapasan. “Radang amandel juga sering tidak sakit, namun amandel sudah berwarna merah,” ujar dr Agus Subagio Sp, THT dari Rumah Sakit Puri Indah, Jakarta.

Pembesaran amandel tidak selalu karena infeksi (karena kuman), namun beberapa pasien yang mengidap alergi yang mengakibatkan hidung mampet atau bernapas lewat mulut juga merupakan situasi lain yang memicu pembengkakan amandel.

Berdasarkan waktu berlangsungnya peradangan, tonsillitis dapat dibagi dua kondisi. Pertama, tonsillitis akut, di mana radang berlangsung kurang dari tiga pekan. Umumnya menyerang anak-anak pada usia 5-10 tahun. Kedua, tonsillitis kronis yang mempunyai frekuensi kambuh bisa mencapai tujuh kali dalam satu tahun atau 10 kali dalam dua tahun. Atau sedikitnya dapat terjadi tiga kali dalam satu tahun selama tiga tahun berturut-turut.

Kondisi kedua ini yang dapat mengakibatkan penyumbatan saluran pernapasan. Gejala yang dialami penderita tonsillitis cukup beragam. Selain yang telah disebutkan di atas, dapat berupa tenggorokan terasa kering, fl u, pilek, mual, sekitar leher tampak bengkak, dan bau mulut.

Bila tidak segera ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti infeksi telinga dan sinus atau abses (pembengkakan bernanah) pada tenggorokan.

“Sedangkan gejala pada anak biasanya diikuti dengan obstructive sleep apnea (OSA/gangguan dan kesulitan tidur), misalnya tidurnya mendengkur, henti napas yang diikuti tersedak, ngompol, dan gang- guan tingkah laku,” tambah Agus.

Bila hal tersebut yang terjadi maka kualitas tidur anak tidak maksimal. Meski durasi tidurnya panjang, namun anak tidak fi t atau bugar ketika bangun. Pasalnya, OSA terjadi karena aliran oksigen yang masuk ke dalam paru-paru tidak sepadan dengan kebutuhannya. Gangguan tidur ini juga, tambah Agus, dapat menghambat pertumbuhan anak.

Pasalnya, buruknya kualitas tidur seorang anak tidak dapat mengoptimalkan pelepasan hormon pertumbuhan dan recovery sel yang seharusnya dapat terjadi sempurna ketika tidur. Bertahap Penanganan tonsillitis dapat dilakukan bertahap.

Mulai terapi antibiotik yang berguna untuk mematikan bakteri/virus yang menyerang. Sedangkan bila tonsillitis muncul dengan frekuensi sering dan mengakibatkan peradangan yang parah dan diperkirakan dapat mengganggu saluran pernapasan atau mengganggu makan, maka perlu ditempuh dengan operasi pengangkatan.

Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery, kriteria operasi amandel terbagi dua, yaitu kriteria mutlak operasi dan kriteria relatif (dipertimbangkan). Kriteria mutlak operasi di antaranya, telah terjadi pembesaran tonsil menyebabkan sumbatan jalan napas, sulit menelan, gangguan tidur, atau komplikasi jantung dan paru-paru akibat infeksi bakteri streptococcus.

Lalu terdapat bisul ukuran besar di daerah sekitar tonsil yang tidak bisa diobati dengan pengobatan atau drainage (pengaliran nanah), dan telah mengakibatkan kejang demam.

Sedangkan kriteria relatif operasi, misalnya infeksi tonsil sedikitnya 5-7 kali dalam setahun dan kerap kambuh meski diobati, mengakibatkan bau mulut, bakteri/virus yang sudah tidak mempan lagi dengan obat, pembesaran tonsil yang diduga tumor atau kanker.

Mitos Usia Lalu, bagaimana dengan mitos seputar pasca operasi amandel? Yang pasti, kata Agus, pengangkatan amandel sama sekali tidak usia.

“Dulu, anak dianggap harus besar dulu, usia 6-7 tahun. Tapi saya beberapa kali pernah melakukan operasi anak tiga tahun dan tidak ada masalah,” ujar dia.

Selama ini, dalam catatan medis menyebutkan bahwa kecenderungan turunnya angka operasi amandel bukan karena ditinggalkan. Namun karena obat-obatan pereda tonsillitis, khususnya antibiotik semakin baik kualitasnya. _
nala dipa

Sumber: Koran Jakarta, 3 April 2011

Linked Posts:
Tonsilitis Atau Radang Amandel | Polip Hidung | Sinusitis | Penyakit Radang Tenggorokan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar